Komunitas Pemuda itu Bernama Young On Top (YOT)

Sepenggal  laporan mata kuliah masyarakat sipilyot

Sebagai kota pelajar yang terkenal akan harga kebutuhan pokok yang tergolong murah, Yogyakarta menjadi salah satu destinasi studi yang pas bagi mahasiswa yang akan melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Saat ini, telah lebih dari 100 perguruan tinggi negeri maupun swasta yang tersebar di seluruh provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Puluhan ribu mahasiswa tiap tahunnya bermigrasi dari daerah asal memadati kota yang terkenal akan gudegnya ini. Secara tidak langsung, hal ini membuat penambahan jumlah penduduk usia produktif (mahasiswa) secara signifikan di Yogyakarta.

Sayangnya, ledakan jumlah penduduk ini tidak dibarengi dengan berbagai kegiatan positif yang dilakukan mahasiswa di lingkungan tempat tinggal mereka. Bukan kenyamanan yang didapat, Jogja malah semakin bertambah macet dengan intensitas kendaraan yang terus bertambah memasuki kota ini tiap tahunnya. Bukan pula kebersihan dan tata ruang kondusif yang didapatkan, Jogja malah semakin kotor dengan kuantitas sampah mencapai 240 ton perhari dengan pengelolaan yang minim. Bukan pula spirit untuk saling berbagi dan menularkan kebaikan, Jogja malah banyak dihuni oleh mahasiswa yang cenderung apatis dan tidak peka terhadap lingkungan. Berbagai realitas sosial yang terjadi di atas menunjukan anecdotal tersendiri bagi kita, bahwa ternyata, peningkatan jumlah usia produktif (mahasiswa) di suatu daerah, belum tentu berdampak positif terhadap perkembangan daerah itu sendiri. Dan disini, Jogja menjadi salah satu korbannya.

Kaum muda produktif seperti mahasiswa sangat diharapkan aktif di masyarakat guna mendukung kemajuan dan keberlangsungan negara ke depannya. Di tangan kaum muda inilah, masa depan dan harapan besar bangsa Indonesia nantinya akan dititipkan. Namun, sungguh disayangkan, kondisi mahasiswa, wabil khusus yang melanjutkan studi di Yogyakarta masih jauh dari harapan. Pengaruh modernisasi dan westernisasi yang menjangkit di diri mahasiswa, masih belum bisa di kontrol dengan baik oleh tiap individu –yang berakibat sikap egois dan apatis mulai menjalar di sekujur tubuh mahasiswa. Jika hal ini terus berlanjut, tidak salah kiranya berbagai literatur menyebut bahwa generasi muda Indonesia saat ini telah kehilangan jati dirinya, atau dalam bahasa ‘lebih halus’ mereka sebut sebagai krisis identitas.

Dengan berbagai masalah di atas, kami tidak sepenuhnya bersepakat dengan anggapan tersebut. Kami percaya bahwa masih ada kelompok pemuda yang masih peduli dengan berbagai isu yang kerap mewarnai lingkungan hidup ini. Bahwa masih ada bibit-bibit unggul yang bisa dibanggakan dan memiliki semangat untuk memajukan negeri ini.

Berangkat dari hal inilah, mendorong kelompok kami mencari dan menemukan komunitas masyarakat pemuda mana yang fokus dengan isu-isu mendasar di  lingkungan kita ini. Setelah mencari lewat berbagai sumber, tersebut lah komunitas pemuda bernama Youth On Top (YOT) Yogyakarta sebagai destinasi kunjungan kami untuk menggali informasi sedalam-dalamnya dengan komunitas yang memiliki visi “ menjadi role model bagi pemuda dalam meraih sukses” dan misi “Learn and share” ini. YOT Yogyakarta, walaupun masih tergolong muda karena baru dibentuk 2013 lalu, ia telah banyak memberikan semangat generasi muda untuk terus berkarya dan berbagi. Motto YOT yang terkenal adalah “jika kesuksesan dapat diraih di masa muda, kenapa menunggu sampai  tua?”

 

Pict From : http://studentjob.co.id/wp-content/uploads/2015/04/yot.jpg

(Naufal)

Tinggalkan komentar